Senin, 10 Desember 2012

Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia



Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja dan tingkat pengangguran. Pengaruhnya positif yaitu dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka akan mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan perkapita. Hal ini akan mendorong hasrat keluarga untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi menjadi besar. Dengan demikian proporsi penduduk yang tidak termasuk angkatan kerja dalam usia kerja meningkat.
Perkembangan angka kemiskinan baik jumlah maupun persentasenya penduduk miskin Indonesia sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 2011 telah menunjukan tren penurunan yang cukup siginifikan. Pada tahun 1976, ada 40% atau sekitar 54 Juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 1996 atau selama 2 dekade jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 22,5 juta jiwa (13,7%). Pada tahun 1998 setelah krisis enonomi penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa (hampir 25%) pada tahun 1998.
 Secara nasional penduduk miskin yang masih dibawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 adalah 30,02 juta jiwa (12,49%), jika dibandingkan dengan bulan Maret 2010 yaitu 31.02 juta jiwa (13,33%) maka telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara sangat signifikan yaitu sekitar 1 juta jiwa atau telah terjadi penurunan angka kemiskinan sekitar 0,84%. Pada periode 2005-2009 angka kemiskinan menurun antara 1.16 sampai 1,27 persen per tahun dan mampu mengentaskan hampir 7 juta jiwa dari kemiskinan selama periode tersebut.
            Faktor pemicu meningkatnya jumlah pengangguran dikarenakan banyaknya terjadi urbanisasi yang mengakibatkan pengangguran di kota lebih besar dibandingkan dengan pengangguran di pedesaan.  Keadaan ini ada kaitannya dengan jenis pekerjaan di pedesaan yang umumnya adalah pekerjaan informal sedangkan di perkotaan adalah pekerjaan formal sehingga tidak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.  Ketidakpastian keterampilan dan pendidikan juga faktor lain pemyebab tingginya pengangguran yang terus mengalami peningkatan.
         Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
Penurunan angka kemiskinan yang signifikan tersebut karena pemerintah telah menyusun dan merumuskan program-program penanggulangan kemiskinan yang bersifat keberpihakan (affirmative) kepada masyarakat miskin. Sebagai program-program strategis dalam penanggulangan kemiskinan.
A.    Program-Program Penanggulangan Kemiskinan
Program-program kemiskinan dibagi menjadi 4 (empat) untuk mempertajam focus pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yaitu:
1.       Program Bantuan Sosial dan Jaminan Sosial, yang dilaksanakan dengan tujuan mengurangi beban masyarakat dan keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasar melalui peningkatan akses pelayanan dasar antara lain melalui makanan, kesehatan dan pendidikan.
2.       Program Pemberdayaan Masyarakat (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM) yang dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas, kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan.
3.      Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang dilaksanakan dengan tujuan membantu usaha mikro dan kecil untuk meningkatkan kapasitas dan memperluas usahanya agar kehidupan masyarakat miskin semakin stabil dan pendapatan meningkat.
4.      Program Pro Rakyat yang dilaksanakan dengan tujuan melengkapi berbagai program dan kegiatan yang telah dijalankan melalui 3 klaster program penanggulangan kemiskinan dan membantu kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan termajinalkan.
            Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

B.     Indikator-indikator Kemiskinan
     Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
       Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1.       Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2.       Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.      Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.      Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.       Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6.      Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.      Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.      Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.      Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
1.       Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
Rusaknya syarat-syarat perdagangan
-
Beban hutang
-
Kurangnya bantuan luar negeri, dan
-
Perang
2.       Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
            Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal.
3.       Biaya kehidupan yang tinggi.
      Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4.      Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
            Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
            Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar